Perjuangan Hidup Bapak part 1

Bulan Juni 2021 merupakan bulan penuh cobaan bagi keluarga saya. Pada tanggal 5 Juni saya yang baru saja sembuh dari radang tenggorokan, tiba-tiba mengalami hilang penciuman. Hilang penciuman ini ditandai dengan tidak terciumnya bau makanan yang sangat menyengat. Pada tanggal 8 Juni saya di tes PCR dan tanggal 9 Juni dini hari hasil tes PCR saya positive COVID-19 dengan nilai CT- 22. Saya dan keluarga kemudian melakukan isolasi mandiri. Pada tanggal 10 Juni hasil PCR bapak dan juga adik saya juga positive COVID-19, dan pada tanggal 11 Juni nya hasil swab antigen mamah saya juga positive COVID-19. 

Situasi isolasi mandiri di rumah saat itu masih normal, kami masih bisa saling bantu dan dukung untuk sembuh. Saling mengingatkan untuk makan, saling bantu untuk mengurus keperluan rumah, dan lain sebagainya. Di era digital ini Alhamdulillah isolasi mandiri tidak sulit, aplikasi pesan antar sangat membantu sekali dalam kelangsungan isolasi mandiri. Kami pesan hampir semua kebutuhan hidup lewat aplikasi. Mulai dari Obat, Sabun dan perlengkapan rumah, sampai ke makanan. 

Namun, siang tanggal 11 Juni 2021, sebuah berita duka menghampiri kami. Nenek Reni meninggal dunia karena serangan Happy Hypoxia, ini yang awalnya membuat kami sekeluarga down. Hari sabtu tanggal 12 Juni adalah terakhir kalinya bapak benar-benar hadir memimpin perusahaan. Bapak hari itu masih bisa mengurusi upah pegawai meskipun dari rumah. 

Hari minggu 13 Juni Alhamdulillah kondisi saya mulai membaik. Saya bisa lebih memperhatikan keluarga yang saat itu masih isolasi. Tanggal 13 Juni sampai minggu berikutnya, kondisi mamah maupun bapak belum betul-betul baik. keduanya berjuang melawan COVID-19 karena keduanya sudah masuk usia yang beresiko, meskipun masih di bilang lansia awal. Kondisinya sejak tanggal 13 Juni, saya juga masih belum benar-benar fit, masih mengigil, namun bapak sudah mulai tidak nyaman tidur. Seringkali saat saya terbangun, saya mendengar bapak mulai mengigau. Tanggal 14-16 Juni, cuaca sangat tidak mendukung untuk berjemur, tidak ada satupun dari kita yang mampu untuk keluar dari rumah. Namun tanggal 16 Juni saya tau bapak harus mulai istirahat dengan benar. Bapak akhirnya saya minta agar beristirahat di kamar saya. Kamar saya dan kamar orangtua saya bersebrangan dan di antara dua kamar itu ada kursi santai yang biasanya dipakai bapak untuk beristirahat di siang hari. Pada tanggal 16 Juni saya tidur di kursi itu agar lebih mudah mengawasi kedua orangtua saya. 

Tanggal 17 Juni, Fauzan, adik saya yang selamat dan negative covid, ditugaskan bapak untuk pergi ke plered mengurusi keperluan supply barang. Sepulang dari plered Fauzan melihat kondisi bapak menurun, sehingga ia memutuskan untuk menginap di rumah. Saya dan Fauzan bersama-sama menjaga bapak. Pada Jumat 18 Juni matahari bersinar cerah dan aku menyemangati bapak untuk berjemur di teras depan rumah. Setelah Jum'atan tanggal 18 Juni kondisi bapak kembali menurun. Bapak tiba-tiba mengalami pelemahan otot. Sore hari setelah selesai jam kerja saudara sekandung bapak datang membantu kami mengurusi bapak. karena bapak mulai mengalami kesulitan mobilisasi. Saya tau bapak saat itu harus segera di bawa ke rumah sakit, namun saat itu ruangan isolasi di rumah sakit masih penuh. saya pun berusaha mendapatkan ruangan isolasi untuk bapak dengan cara yang sesuai prosedur. menelepon ke darurat covid kemudian lapor ke puskesmas. setelah lapor ke puskesmas, saya terus kordinasi dengan pihak puskesmas yang terus mencarikan bapak ruangan isolasi melalui sistem SIS-RUTE. Jum'at 18 Juni setelah magrib, bapak di bawa ke IGD salah satu rumah sakit swasta yang baru berdiri di dekat rumah kami. Tidak mendapat ruang isolasi, tidak pula di periksa darah maupun rontgen. Kecewa dengan pelayanan rumah sakit tersebut pada tanggal 19 Juni bapak kembali di bawa ke rumah sakit, namun lagi-lagi tidak mendapat ruangan. 

Pada tanggal 20 Juni teman saya, seorang perawat IGD yang melihat kondisi bapak saat tanggal 18 Juni di bawa ke rumah sakit tempat ia dinas mendatangi saya. Saya sebelumnya sudah meminta kepada teman saya untuk datang dan menginfus bapak di rumah, karena kami memiliki tabung oksigen besar dua buah dan itu cukup untuk bapak mendapatkan ruangan isolasi di rumah kalau ada perawat yang mau menginfus bapak. Teman saya, meskipun tau ini beresiko malpraktik, tapi karena ini permintaan keluarga pasien dan juga sahabatnya menyanggupi itu. Ia datang ke rumah saya dengan membawa APD lengkap. setelah APD terpakai, dengan Bismillah, teman saya ini pun akhirnya berhasil menginfus bapak. Kondisi bapak setelah di selesai di Infus lumayan membaik. makanan yang di suapi anak-anaknya habis. Bapak pun bisa tidur lebih nyenyak. Malam hari 20 Juni saya cek kelengkapan jaga malam di ruang isolasi di rumah. oksigen sedia 4 tabung (3 tabung kecil dan 1 tabung besar) satu tabung besar sudah habis dipakai seharian oleh bapak. Bapak menggunakan dua tabung oksigen 1 di hidung (1-2 ml oksigen) 1 lagi menggunakan sungkup medis (10-15 ml oksigen). kenapa menggunakan dua? agar ketika bapak makan atau minum, ia tetap mendapatkan oksigen dari hidung, dan saat tidur ia mendapatkan oksigen maksimal dari mulut. Adapun ketentuan sekian ml oksigen yang di pasangkan untuk bapak itu atas anjuran dari perawat bukan dokter, jadi ada baiknya bila anda yang membaca blog ini terpaksa melakukan hal yang sama seperti saya dengan membuat ruang isoalasi di rumah, pastikan anda sudah berkonsultasi dengan dokter dan kalau bisa ada perawat khusus yang dipanggil untuk stand by menangani. Tambahan informasi teman saya tidak stand by mengawasi. Ia hanya visit untuk memasangkan infus dan juga memberikan informasi kepada keluarga apa saja yang harus dilakukan, seperti ketentuan pemasangan oksigen dan juga selang oksigen yang digunakan. Adapun pada prakteknya saya dan adik-adik saya selalu menanyakan nyamannya bapak di oksigen berapa. karena saat bapak nyaman, ia bisa bernafas dengan tenang dan tidur dengan nyenyak. Pukul set 10 Malam, satu tabung kecil yang digunakan bapak untuk bernafas di hidung habis. Saya dan adik saya yang saat itu sedang jaga langsung mengganti tabung yang kecil. sisa satu tabung kecil dan satu tabung besar. saya tau satu tabung kecil hanya mampu dipakai maksimal 2 jam, dan itu tidak akan cukup sampai besok pagi. saya pun berikhtiar di malam hari mencari isi ulang untuk satu tabung oksigen kecil. saya berkeliling sekitar satu jam tanpa membuahkan hasil. karena di apotek yang menyediakan tabung oksigen semuanya habis . 20 Juni saya tandai sebagai awal kelangkaan tabung oksigen. 

Saya pulang ke rumah dan giliran saya menjaga bapak semalaman. Saya masih berusaha mencari isi ulang di internet yang buka 24 jam, namun tetap tidak ada yang menjawab telefon maupun whatsapp saya. iya siapa yang mau bangun jam 12 malam untuk membuka toko isi ulang tabung oksigen?

Pukul 2 dini hari infusan terlepas, oksigen di tabung besar sudah mau habis. Saya berdoa memohon yang terbaik, kemudian bersiap untuk membawa bapak ke rumah sakit. satu tabung oksigen yang tersisa di bawa untuk jaga-jaga di perjalanan. dua buah pashmina, baju ganti, air minum, dan pampers dewasa, saya bawa di satu kantong. berkas berkas saya siapkan di kantong slempang saya. saya berganti baju dengan menggunakan pakaian berlapis. mukena juga sudah saya siapkan di kantong slempang. saya juga membawa satu bantal untuk bapak. Beberapa hal yang saya lupa saat itu adalah sarung, selimut tipis, tissue kering, dan basah. Pukul 3 pagi om dan tante saya yang tinggal di sebelah rumah datang untuk membantu memindahkan bapak ke mobil. Bapak di bawa ke IGD Rumah sakit terdekat. Saat itu kondisi ranjang IGD sedang full sehingga bapak harus menunggu di kursi roda yang sangat tidak nyaman. Namun kami berdua sabar menunggu. karena hanya satu orang di perbolehkan berjaga, aku dan fauzan bergantian jaga di IGD. setidaknya sejak masuk ke igd sampai subuh bapak sudah mendapatkan obat yang disuntikan oleh perawat igd dan juga oksigen. Bapak juga sudah diambil darah untuk di tes. pada pukul set 5 pagi hasil tes darah bapak menunjukan hasil fungsi organ yang masih bagus namun terjadi infeksi selain karena covid 19. Pukul 5 pagi tepat saat laboratorium rontgen dibuka bapak langsung di panggil untuk tes rontgen. oksigen dilepas dulu untuk sementara. Setelah tes rontgen bapak dibawa oleh aku dan fauzan untuk berganti pakaian dan juga di basuh segala najis nya agar lebih nyaman. Set 6 setelah membantu bapak sholat subuh secara isyarat di kursi roda, fauzan pulang dulu ke rumah untuk membawa kelengkapan yang tertinggal. bapak mulai di infus pukul 6 pagi. Sampai pukul set 9 pagi perawat tidak memberikan sarapan kepada bapak karena bapak belum betul-betul tercatat sebagai pasien di rumah sakit itu, karena masih proses pemeriksaan awal. saya pun kembali menghubungi salah satu rekan bapak yang bekerja di rumah sakit terdekat. Masih di sekitaran buah batu. Dokter itu Alhamdulillah berhasil mendapatkan ruangan untuk bapak. Saya segera mengurus persyaratan pasien pulang atas keinginan sendiri ke IGD tempat bapak saat ini dirawat. Selesai administrasi, bapak segera di bawa ke rumah sakit dimana ruang isolasi sudah tersedia untuk bapak. Alhamdulillah Senin 21 Juni 2021 bapak mendapatkan perawatan intensif meskipun di ruang isolasi biasa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eight Years In One Day

Bidik Jurusan Gratis ? Youth Manual Aja

Indigo