Kenapa menikah?

 Di usia saya yang sudah menginjak seperempat abad, pertanyaan kapan menikah seolah sudah menjadi makanan sehari-hari. Di awal usia 20-an saya masih menjawab itu dengan santai kadang bercanda, tapi ketika memasuki usia 25 tahun, saya tau saya harus mempunyai jawaban logis dan masuk akal kenapa sampai sekarang saya belum memutuskan menikah?

Memasuki usia 25 tahun saya menemukan pertanyaan, apakah menurut saya institusi pernikahan itu sebuah keharusan atau pilihan? jawaban saya adalah pilihan. 

Menikah itu pilihan. Bahkan tidak ada satupun agama yang memaksa umatnya untuk menikah. Dalam agama yang saya anut sendiri, pernikahan adalah Sunnah. Namun menikah juga menurut agama yang saya anut merupakan ibadah dan penyempurna agama, meskipun jelas kalimat penyempurna agama ini agak rancu kalau kita melihat fakta bahwa pernikahan tidak masuk kedalam rukun islam. Tapi mungkin disinilah letak penyempurnanya, karena kalau rukun islam adalah pondasi dan dasar dalam menjalankan agama islam, maka menikah adalah penyempurna. kalau diibaratkan bangunan, menikah mungkin seperti cat yang menghiasi sebuah bangunan. 

Menyelami kedua fakta bahwa menikah adalah pilihan namun juga bagian dari ibadah, maka saya mencari tahu apa sebenarnya pernikahan itu? 

Pernikahan dalam bahasa inggris "married" kalau di lihat dari urban dictionary artinya kompromi yang tidak pernah berakhir. Definisi lain dari menikah dalam urban dictionary juga diartikan sebagai dua orang yang bersatu dalam sebuah kontrak hukum yang disebut pernikahan. Dari pengertiannya saja, saya menyimpulkan bahwa pernikahan bukanlah sebuah akhir yang bahagia dan tujuan pernikahan bukanlah untuk mencapai kebahagiaan. Lantas apa? 

Saya mencoba memahami konsekuensi logis dari pernikahan dengan mencari tahu pengertian dari pernikahan yang dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Menurut Soedharyo Soimin dalam buku Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam, dan hukum adat, Perkawinan merupakan suatu ikatan antara seorang pria dan seorang wanita yang diakui sah oleh perundang-undangan negara dan bertujuan untuk membentuk dan membina kehidupan keluarga yang kekal dan abadi. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dalam buku Hukum Adat Indonesia, perkawinan mengakibatkan suatu ikatan hak dan kewajiban, juga menyebabkan suatu bentuk kehidupan bersama dari para pribadi yang melakukan hubungan perkawinan itu, yaitu membentuk suatu keluarga. Dari kedua pengertian itu saya memahami bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pasangan yang terikat oleh institusi pernikahan dan pasangan yang tidak terikat oleh institusi pernikahan. Pasangan yang terikat oleh institusi pernikahan berada di bawah payung hukum, sehingga apa-apa yang dilakukan keduanya tidak bisa bertentangan dengan hukum, dalam kata lain pasangan yang terikat oleh institusi pernikahan tidak bisa berbuat seenaknya. 

Dari apa yang saya ketahui baik secara teori maupun realitas di kehidupan, saya menyimpulkan bahwa hubungan di luar institusi pernikahan dan di dalam institusi pernikahan adalah dua hal yang jauh berbeda. Sehingga perlu untuk mempersiapkan diri, bukan hanya saling mengenal dengan pasangan, namun juga membekali diri dengan konsekuensi-konsekuensi dari menikah, termasuk mencari tahu masalah-masalah yang sering muncul di dalam pernikahan. Menurut saya persiapan ini perlu, bukan untuk mencegah terjadinya masalah dalam pernikahan, tapi untuk mempersiapkan diri menghadapi masalah yang muncul ketika memutuskan untuk menikah. 

kemudian muncul pertanyaan reflektif seputar pernikahan seperti ; apakah saya sudah memutuskan akan menikah ? iya, saya memutuskan akan menikah meskipun belum tau kapan. Tapi setidaknya ketika saya memutuskan akan menikah, pernikahan menjadi salah satu tujuan dalam hidup saya, sehingga saya berupaya untuk mempersiapkannya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eight Years In One Day

Bidik Jurusan Gratis ? Youth Manual Aja

Indigo